Kendaraan-kendaraan besar berjalan pelan mengular di depan mata kami malam itu. Waktu menunjukkan sekitar pukul delapan malam waktu setempat dan dua sepeda motor kami belum juga dapat melaju kencang. Macet. Ada proyek besar pekerjaan jalan yang mengharuskan beberapa ruas jalan di sekitar rest area Ambarawa ditutup dan pengendara harus bergantian melewati jalan raya besar yang menjadi rute kami menuju ke Gunung Ungaran. Ah, bakalan lama di jalan, nih, pikir saya.
"On your journey, don't forget to smell the flowers. Take time out to notice that you're alive. You can only live in one day." - Ray Fearon
Hari itu, Sabtu, 07 Oktober 2023, saya bersama Azis, Yuni, dan Qhisya berencana untuk segera sampai di Basecamp Ungaran via Perantunan di sekitar kawasan Bandungan, Kabupaten Semarang sebelum malam semakin larut. Kami berangkat dari Jogja sekitar setelah salat Magrib dan harus berjuang melawan macetnya jalanan menuju Kabupaten Semarang yang sedang diperbaiki. Alhasil, setelah perjuangan memacu gas motor melewati jalur yang sempit dan menanjak, serta melawan udara malam yang semakin dingin, kami tiba di basecamp sekitar pukul setengah sepuluh malam. Segera setelah sepeda motor terparkir, kaki kami yang sudah lelah malam itu mulai berjalan menuju area camping ground untuk mencari tenda yang sudah kami pesan sebelumnya. Dingin. Kami segera meringkukkan badan dalam sleeping bag masing-masing dan terlelap, menunggu matahari terbit keesokan harinya agar kami bisa segera memulai pendakian dan mencapai puncak Gunung Ungaran.
Matahari akhirnya menampakkan semburat jingganya sekitar pukul 05.15 waktu setempat. Segera setelah terbangun, melaksanakan salat Subuh, dan membersihkan diri, kami berempat menuju warung terdekat untuk sarapan. Kami berdiskusi mengenai jalur pendakian pagi itu sembari menikmati semangkuk soto dan teh panas yang akan kami jadikan sumber tenaga.
Waktu menunjukkan pukul 06.10 ketika kami memasuki jalur pendakian Gunung Ungaran. Jujur, ini adalah kali pertama saya melakukan pendakian di pagi hari, saat udara sekitar masih sejuk, matahari belum naik tinggi ke langit, dan tetes embun masih banyak terlihat di atas dedaunan. Ternyata saya sangat menikmatinya. Beberapa pendakian saya sebelum ini dilakukan di malam hari, tentu saja terlalu melelahkan. Tak terasa Pos 1 (Watu Omah) sudah di depan mata, kami beristirahat sejenak untuk menghela napas dan meneguk air di botol. Perjalanan dari gerbang masuk menuju Pos 1 mungkin hanya sekitar 10 menit, mungkin bisa lebih cepat jika tidak diselingi bersenda gurau di tengah jalan. Tapi, memangnya seru kalau mendaki bersama kawan-kawan hanya diam saja?
Setelah dirasa cukup beristirahat dan meneguk air mineral dari botol masing-masing, kami segera melanjutkan pendakian. Kurang lebih sekitar 20 menit waktu yang kami butuhkan untuk mencapai Pos 2 (Watu Jajar) dari Pos 1. Sepertinya memang tak begitu jauh jarak antar pos-pos di Gunung Ungaran ini. Jalurnya pun bukan yang termasuk ekstrim seperti pendakian saya di Gunung Kembang dua tahun lalu, menurut saya sih ini lumayan cocok untuk pendaki pemula. Pendakian menuju Pos 3 (Watu Srumpuk) juga hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Waktu yang tergolong singkat untuk menikmati jalur Gunung Ungaran yang masih sangat menghijau vegetasinya. Banyak sekali pepohonan menjulang tinggi dan semak belukar yang tumbuh subur di kanan kiri jalan setapak menuju ke arah puncak. Kaki kami mulai terasa pegal ketika perjalanan dilanjutkan menuju Pos 4 (Kolokeciko). Jalur mulai naik dan terasa sedikit curam, dengan beberapa sulur akar pohon besar yang jika tidak hati-hati kaki kami bisa tersandung. Waktu yang kami butuhkan untuk mencapai Pos 4 dari Pos 3 adalah sekitar 45 menit. Setelah sampai di Pos 4, kami beristirahat cukup lama untuk mengumpulkan tenaga. Tak lama berjalan dari Pos 4, kami bisa melihat papan penunjuk arah puncak yang sekaligus menjadi penanda bahwa sebentar lagi ada dua puncak yang harus kami taklukkan.
Istirahat dulu di Pos 2 |
Kami sedikit lega karena waktu masih menunjukkan pukul 08.10 ketika kami sampai di Pos 4. Ini artinya kami nanti bisa berlama-lama menikmati angin sepoi-sepoi puncak dan mengambil foto sebanyak yang kami mau. Walau jalur tak juga melandai dan justru menjadi semakin curam, kami tetap bersemangat karena puncak pertama sudah di depan mata. Pegalnya kaki menaiki jalur curam sepertinya sedikit tersembuhkan dengan pemandangan sabana luas menghijau di kanan kiri kami. Rute dari Pos 4 menuju puncak pertama yaitu Puncak Bondolan mungkin adalah rute terlama yang kami lalui selama pendakian kali ini. Kami menghabiskan sekitar satu jam lebih lima belas menit untuk mencapai Puncak Bondolan dengan ketinggian 1.885mdpl. Di puncak yang pertama ini, kami melihat banyak tenda pendaki lain yang berdiri kokoh walau tertiup angin di puncak yang sedikit tak bersahabat. Puncak Bondolan memang menjadi camping area di Gunung Ungaran ini. Walau angin di sini cukup kencang dan membuat debu beterbangan, indahnya pemandangan sabana menghijau yang bisa terlihat mata rasanya tak bisa tergantikan.
Kami tak berhenti lama di puncak yang pertama ini. Hanya meluruskan kaki sejenak, menghela napas yang sedikit tersengal, dan mengambil beberapa foto di papan bertuliskan Puncak Bondolan. Dan setelah dirasa cukup beristirahat, kami memutuskan untuk melanjutkan pendakian menuju puncak tertinggi Gunung Ungaran, yakni Puncak Botak. Berbeda dengan perjalanan dari basecamp menuju puncak yang pertama yang teduh oleh pepohonan tinggi, jalur yang harus kami tempuh untuk mencapai puncak kedua benar-benar berada di punggung gunung, langsung berada di bawah sinar matahari terik. Kebetulan hari itu langit benar-benar cerah, sinar matahari yang semula hangat akhirnya mulai terasa membakar kulit kami. Panasnya sinar matahari tak mengurangi kecepatan langkah kaki ini agar bisa segera mencapai puncak tertinggi.
Saya bersama Yuni dan Azis berjalan cepat beriringan, sementara Qhisya masih berada jauh di belakang, berjalan sambil menghela napasnya yang tersengal. Kurang lebih sekitar 50 menit waktu yang kami butuhkan untuk mencapai Puncak Botak dengan ketinggian 2.050mdpl. Lega rasanya, kaki yang sudah lama tidak saya gunakan untuk berolahraga ini ternyata masih mampu mencapai puncak setinggi dua ribuan mdpl. Walau cukup lelah, kami bertiga tak langsung duduk meluruskan kaki untuk beristirahat, melainkan mengabadikan pemandangan di puncak tertinggi Gunung Ungaran ini dengan kamera ponsel kami. Sekitar beberapa belas menit kemudian, Qhisya akhirnya menyusul kami di puncak. Dan setelah sesi foto berakhir, saya segera kami segera mengeluarkan kursi lipat, snack, dan air minum. Angin yang bertiup di puncak ini begitu kencang dan sejuk, sungguh kami tersihir karenanya. Qhisya bahkan bisa tertidur lelap cukup lama di hamparan rumput yang mulai gersang dan berdebu.
Jika kami membutuhkan sekitar 3-4 jam untuk meraih puncak, hanya sekitar 1 jam saja waktu yang dibutuhkan untuk menuruni gunung dan kembali ke basecamp untuk beres-beres dan mandi. Tak lupa, kami kembali ke warung tadi untuk menikmati semangkuk mi rebus dan beberapa potong gorengan panas. Rasanya lelah seharian terbayar lunas saat itu juga. Kami pulang. Terima kasih Ungaran. Terima kasih Perantunan. Sampai jumpa lagi entah kapan.
Yogyakarta, 07 November 2023
0 Comments