Scholarship Hunt: My Chevening Story – Caesura/Pause

Saya pernah membaca entah di tulisan siapa, bahwa Tuhan akan menjawab doa umatNya dengan tiga cara: (1) Memberikan apa yang kita minta saat itu juga; (2) Memberikan sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari yang kita minta; (3) Membuat kita menunggu hingga datang saat yang tepat untuk memberi apa yang kita minta. Saya sependapat dengan pikiran ini, dan memang hingga saat ini saya sudah mengalami ketiganya sekaligus. Alhamdulillah.


“Hidup ini cair. Semesta ini bergerak. Realitas berubah.” – Dee Lestari

Di beberapa postingan sebelumnya saya hanya menceritakan perjalanan beasiswa Chevening UK saya, maklum, saya berharap sangat banyak pada beasiswa satu itu. Bahkan saya sama sekali tidak membahas apa yang sudah saya perjuangkan sebelum mendaftar Chevening tersebut. Dan lagi, Tuhan mengetuk pikiran saya melalui jawaban yang selama ini saya tunggu kehadirannya.

Pertengahan Februari kemarin adalah saat-saat di mana pendaftar yang masuk shortlist interview untuk beasiswa Chevening diumumkan. Walaupun berkas-berkas saya kemarin lolos eligibility review dan bisa memasuki tahap penilaian, sayangnya saya belum beruntung masuk ke tahap shortlist interview.

Saya bergabung dengan grup pendaftar Chevening dari Indonesia di WhatsApp, dan dari sekitar 50 orang anggota hanya 2 orang saja yang mendapat email pemberitahuan shortlist dari Chevening. Mungkin memang saya harus benar-benar berjuang lebih keras lagi untuk mendapatkan email sakti tersebut. Entah esai saya yang kurang meyakinkan, entah field tujuan saya yang memang belum begitu dipertimbangkan oleh Chevening. Dan tiga teman saya yang kemarin juga mendaftar Chevening pun sama-sama tidak mendapat email sakti tersebut. Yah, tak apa, saya percaya  saat ini Tuhan membuat saya menunggu hingga datang saat yang tepat untuk memberi apa yang saya minta. Saya hanya perlu berjuang lebih keras lagi. Haram padam.

Email yang berisi rejection dari Chevening kemarin saya terima di tanggal 14 Februari 2018, hanya selisih beberapa belas menit dengan email dari University of Birmingham. Hah? Ya, benar. Saya berhasil mendapatkan conditional offer dari universitas pilihan pertama saya tersebut. It was a really bittersweet feeling. Di satu sisi saya ditolak, di lain sisi saya diterima. Kembali teringat perjuangan keras saya mulai dari mendaftar hingga menunggu untuk waktu yang lumayan lama. Walaupun begitu saya tetap sangat bahagia. Saya sadar bahwa mimpi memang harus diperjuangkan, sekeras dan sesulit apapun itu, bahkan jika harus menunggu selama apapun walau kita hanya dapat menyentuh ujungnya.

Dan untuk saat ini, saya akan memfokuskan pikiran dan raga saya pada bangku kuliah Pendidikan Profesi Guru yang pada awal tahun 2017 lalu saya perjuangkan habis-habisan. Saya akan berjuang menyempurnakan profesi keguruan ini. Jika ingin tahu lebih dalam tentang perjalanan PPG saya, selengkapnya bisa dibaca di sini. Ah iya, saya tidak akan begitu saja membuang mimpi saya untuk kuliah S2 di UK dengan beasiswa Chevening, saya hanya meletakkannya sebentar di sudut meja belajar saya, membiarkannya berdebu sejenak, untuk kelak saya perjuangkan kembali setelah saya dinyatakan lulus Program PPG dan menjadi guru profesional. See you next time, Chevening! This is not a farewell.


Yogyakarta, 8 Juni 2018

Post a Comment

0 Comments