Voyage Chapter Twenty: Mencoba Menyendiri di Borobudur

Akhir-akhir ini, saya sering banyak bertanya kepada diri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dianggap lumrah untuk seseorang berusia seperempat abad seperti saya. Mereka bilang, di usia ini orang-orang akan sering meninjau kembali masa lalunya, apa yang telah ia lakukan, apa yang ia dapatkan, dan bagaimana kehidupannya di masa yang akan datang. Tak terkecuali saya, quarter life crisis terasa begitu membabi buta.

"If you don’t get out of the box you’ve been raised in, you won’t understand how much bigger the world is.” – Angelina Jolie

Saya beberapa waktu belakangan ini juga sering merasa butuh waktu dengan diri sendiri untuk mencoba hal-hal baru dan merenungkan pemikiran akan kelanjutan tiap episode di kehidupan saya. Hingga akhirnya libur lebaran tahun ini, tepatnya tanggal 9 Juni 2019, saya mencoba mengujungi salah satu candi Buddha terbesar di Indonesia. Sendirian. Harapannya sih, dengan bepergian jauh sendirian, ke tempat di mana umat Buddha bersembahyang mencari ketenangan, apalagi ini adalah tempat yang belum pernah saya datangi, saya akan banyak memahami karakter dan sifat diri sendiri yang belum begitu saya pahami, juga melatih kemampuan saya dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Namun, lagi-lagi, usaha solo-travelling itu kembali gagal. Salah satu sahabat yang tinggal di Kota Magelang tiba-tiba menghubungi saya, meminta saya untuk ke rumahnya karena ia ingin banyak bercerita. Saya pun jujur mengutarakan rencana solo-travelling ke Candi Borobudur, dan seperti yang saya sudah duga, ia dengan sukarela menemani saya mengunjungi candi peninggalan dinasti Syailendra tersebut.

Menyendiri
Saya bersiap berangkat dari rumah di Jogja sekitar pukul 06.00 WIB. Perjalanan ke Candi Borobudur yang terletak di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan sepeda motor, namun karena pagi itu jalanan sangat lengang, saya hanya memerlukan 45 menit saja. Kami berdua sepakat untuk bertemu di sekitar kawasan wisata candi, tentu dengan kerinduan yang begitu hebatnya. Musababnya kami terakhir bertemu sekitar 2-3 tahun lalu.

Setelah sebelumnya menikmati sarapan soto di dekat Kantor Bupati Magelang, kami segera membeli tiket masuk candi Borobudur seharga Rp50.000,00 per orang, kami mulai berjalan menuju arah candi, sambil banyak bercengkerama tentunya. Menceritakan problema masing-masing dan memberikan cara pemecahan masing-masing pula. Di luar dugaan, hari itu kompleks candi begitu padat oleh wisatawan lokal maupun internasional yang melancong menikmati sisa libur lebaran. Mungkin ada lebih dari 1.000 pengunjung pagi itu. “Wah, sepertinya tak akan ada ketenangan untuk hari ini.” pikir saya saat itu.


Lautan manusiaaaaa

Candi Borobudur terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma). Untuk naik menuju teras dengan stupa utama saja, antreannya begitu panjang dan penuh. Kami mengurungkan niat untuk menuju ke teras teratas dan menikmati keindahan bangunan dan sejuknya udara sekitar dari teras pertama dan kedua candi.





Selain berfoto, kami juga mencoba mengamati relief-relief yang ada pada dinding candi. Walaupun tidak begitu paham, ternyata menyenangkan. Banyak ukiran indah yang mungkin saja memiliki cerita romantis maupun menyedihkan di baliknya, siapa yang tahu kan?




Sekitar 2 jam kami berada di kawasan wisata ini. Matahari hari itu begitu menyengat, namun udara sekitar yang sejuk cukup mengurangi sengatan tersebut. Sekitar pukul 11.00 WIB, kami pulang. Teman saya mengajak saya mampir ke rumahnya, katanya sih mau memberi saya sesuatu (padahal dia mau minta foto-foto dari kamera saya, haha). Dan ternyata yang dia berikan pada saya adalah… hidangan lebaran beserta kue-kue kering buatan ibunya. Masha Allah, semoga kamu sekeluarga sehat terus, Yu.


Yogyakarta, 14 Juni 2019



Post a Comment

0 Comments