New Experience: Membuat Paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta, Sendirian


Biasanya, penyelenggara seleksi beasiswa luar negeri mewajibkan pendaftar untuk melampirkan scan paspor atau national ID card. Nah, tak berbeda dengan saat saya mendaftar beasiswa Chevening kemarin. Walau Chevening tak mewajibkan saya untuk mengupload scan paspor di awal pendaftaran, tetap saja untuk amannya saya buru-buru membuat paspor. Awalnya sih saya pikir gampang dan cepat, tapi kenyataannya berbeda. Sedih - prologue.

Membuat paspor bukan hal yang asing lagi bagi para pencari beasiswa berpengalaman, namun tidak bagi saya. Ini adalah kali pertama saya berurusan dengan kantor imigrasi untuk membuat tanda pengenal internasional yang satu itu. Sebelum memutuskan untuk membuat (dan menabung karena biayanya lumayan buat beli jajan seminggu), saya mempelajari langkah-langkahnya dulu di internet. Beberapa blog menjelaskan bahwa kita bisa membuat paspor dengan cara langsung mengantre pagi-pagi di kantor imigrasi untuk selanjutnya melakukan pengisian formulir, perekaman data, wawancara, pengambilan foto, dan pembayaran. Kurang lebih 5 hari, paspor yang berisi 48 halaman ini sudah jadi dan bisa diambil, begitu sih katanya. KATANYA.

(Image taken from Google)

Berbekal pengetahuan di atas, saya berangkat pagi sekali dari rumah untuk mengantisipasi terjadinya antrean panjang di kantor imigrasi nanti. Tanggal 28 September 2017, pukul 05.50 WIB saya sudah sampai di gerbang Kantor Imigrasi Yogyakarta yang masih ditutup. Ada sekitar 4-5 orang lain yang sudah menunggu di sana, ternyata mereka juga baru pertama kali ini membuat paspor. Kami mengobrol beberapa hal terkait syarat-syarat dan juga pertanyaan mau kemana selepas punya paspor. Hingga akhirnya waktu menunjukkan pukul 06.30 WIB, satpam yang sebelumnya tidak terlihat tiba-tiba membuka gerbang dan mempersilakan kami masuk. Beliau menanyakan mengapa pagi-pagi sekali kami sudah mengantre di depan kantor. Raut mukanya yang sumringah seketika berubah datar saat saya menjawab “Mau bikin paspor, Pak. Ini ngantre pagi-pagi biar nggak penuh.”

Ternyata oh ternyata, kami kurang update informasi. Huhu. Kebijakan membuat paspor terhitung tanggal 21 Agustus 2017 adalah calon pembuat paspor WAJIB mendaftar dulu secara online melalui aplikasi smartphone atau web antrean imigrasi di sini https://antrian.imigrasi.go.id/. Antrean tanpa menunjukkan bukti cetak antrean online tidak akan dilayani oleh pihak kantor imigrasi walaupun Anda datang paling awal. Jadilah saya pulang ke rumah tanpa hasil apapun. Sedih - part 1.

Hari itu juga saya mendaftar online, namun tanggal terdekat yang tersedia adalah 12 Oktober 2017. Waduh mepet sekali, pikir saya waktu itu. Jika tanpa halangan, berarti paspor saya akan jadi sekitar tanggal 19 Oktober 2017, sedangkan di awal November pendaftaran beasiswa sudah ditutup. Tak apalah, daripada tidak sama sekali kan ya. Sedih - part 2.

Tanggal 12 Oktober 2017, pukul 12:45 WIB saya sampai di kantor imigrasi lagi. Menurut jadwal sih, berkas saya akan diproses pukul 13:00 WIB. Persyaratan berkas-berkas yang saya bawa adalah:
1. Kartu Tanda Penduduk,
2. Kartu Keluarga, dan 
3. Akta Kelahiran (semua berkas adalah asli beserta fotokopiannya 1 lembar)

Saya lalu memberanikan diri meminta map kertas berisi formulir yang harus diisi. Ah iya, jangan lupa bawa materai Rp6.000,00 untuk ditempel di surat pernyataan, suratnya sudah diberikan oleh pihak kantor imigrasi kok, tenang saja.

Map yang berisi formulir yang lumayan panjang

Setelah mendapat nomor antrean, saya duduk manis di kursi dekat akuarium besar sambil memeriksa kembali kelengkapan formulir dan berkas saya. Ah, saya juga membawa ijazah dan bukti tercetak yang menyatakan bahwa beasiswa yang akan saya daftari memang benar-benar membutuhkan scan paspor (cuma screenshot dari web Chevening yang saya cetak sih sebenarnya), sebab seorang teman di Solo kemarin ditolak pengajuan paspornya oleh petugas imigrasi karena tidak membawa bukti tertulis yang menyatakan bahwa pemberi beasiswa memang membutuhkan scan paspor. Sedihnya lagi, dia harus mengulangi antrean lagi dari awal, menunggu lagi 2 minggu. Sedih - part 3.

Sekitar 30 menit, nomor antrean saya dipanggil dan saya diminta masuk ke ruang wawancara untuk melakukan perekaman data dan wawancara tentunya. Di dalam ruangan terdapat lima counter yang masing-masing dijaga oleh dua petugas. Petugas di counter 4 adalah seorang mbak-mbak usia 30an dan bapak-bapak yang sudah senior sekali sepertinya. Mereka berdua terlihat ramah sehingga sayapun merasa nyaman-nyaman saja.

Sesi pertama adalah pemeriksaan berkas. Komplit. Sesi kedua adalah wawancara. Saya ditanyai beberapa pertanyaan oleh mbak-mbak tadi. Kurang lebih 4-5 pertanyaan seperti “Baru pertama kali bikin paspor?”; “Sekarang pekerjaannya apa?”; “Mengapa memilih studi ke Inggris?”; “Apa mendaftarnya harus sampai ke Inggris?”; dan “Ijazahnya dibawa tidak? Boleh saya lihat?”. Hanya itu seingat saya yang ditanyakan, selanjutnya saya diminta menunggu di kursi tunggu dan dipanggil untuk melakukan pengambilan pasfoto. Nah, yang memotret saya adalah bapak-bapak senior tadi. Sedikit sedih, hasilnya gelap dan saya tidak terlihat bahagia. Tak apalah, memang sedang tidak bahagia. Sedih – epilogue.

Setelah keperluan di counter selesai, saya diberi semacam kertas bukti perekaman yang digunakan untuk membayar di bank. Tak lupa, bapak-bapak tadi memberitahu saya bahwa paspor bisa diambil 5 hari kerja setelah pembayaran. Semakin lama membayar, semakin lama jadinya, begitu. Tak mau berlama-lama, saya segera keluar dari kantor imigrasi dan menuju bank terdekat untuk membayar sejumlah Rp355.000,00. Huhu, selamat tinggal uang jajan, kurelakan kau pergi demi investasi masa depan.

Bawa surat ini ke bank terdekat 

I'm international, baby!

Disensooooorrrrr

Sekian cerita pengalaman saya membuat paspor di Jogja. Jangan mau pakai calo deh, kalau bisa bikin paspor sendiri mengapa tidak? Terima kasih sudah mau membaca, kalau ada yang ingin ditanyakan bisa lewat kolom komentar atau email ya. Lain waktu saya sambung lagi Inshaa Allah dengan postingan ke mana saya pertama melangkah dengan paspor baru ini. Hehe. Ah iya, paspor saya jadi tepat seminggu (5 hari kerja) setelah saya melakukan perekaman data di kantor imigrasi. Masa berlakunya tepat 5 tahun, lumayan lama sih. Semoga semakin banyak peluang yang terbuka untuk saya setelah punya paspor ini ya. Aamiin.



Yogyakarta, 6 November 2017

Post a Comment

2 Comments