Voyage Chapter 37: Belum Pernah Keliling Kuala Lumpur, Malaysia? Jom Lepak!

Langit Kuala Lumpur yang saya lihat dari jendela kamar hotel pagi itu mulai membiru. Merebahkan diri di kasur selama dua jam semalam rasanya masih kurang. Energi saya belum sepenuhnya terisi penuh untuk kembali bangkit dan segera mandi untuk memulai hari pertama saya di negeri jiran, Malaysia. Tak lama, terdengar ketukan dari pintu kamar. Ternyata Kak Vinie, pemandu tur saya sedang terburu-buru mengantarkan sebungkus nasi lemak ke kamar para peserta tur. Segera saja saya nikmati sarapan pagi itu, sejenak melupakan kelelahan semalam karena kami harus menunggu lama di imigrasi saat keluar dari Singapura. Masih terbayang paniknya kami tadi malam. Mengapa demikian?

"Travel isn’t always pretty. It isn’t always comfortable. Sometimes it hurts, it even breaks your heart. But that’s okay. The journey changes you; it should change you." - Anthony Bourdain

Jadi ceritanya, setelah seharian berkeliling Singapura seperti yang saya ceritakan di tulisan ini, kami peserta rombongan langsung menuju ke imigrasi untuk keluar dari Singapura dan melanjutkan perjalanan ke negara tetangganya, Malaysia. Begitu sampai di imigrasi, sudah sangat banyak sekali orang yang berjalan dengan kecepatan luar biasa dan berbondong-bondong menaiki eskalator menuju lantai atas untuk memindai paspor sebagai tanda meninggalkan Singapura. Menurut pemandu tur, mereka ini sebagian besar adalah pekerja dari Malaysia yang setiap hari bolak-balik ke Singapura untuk bekerja. Mungkin karena biaya hidup di Singapura termasuk mahal, sih. Jadinya mereka memilih untuk tetap tinggal di Malaysia saja. 

Kaki kami yang berjalan pelan di belakang mereka entah mengapa serasa terbawa irama dan menjadi lebih cepat. Tak lama, kami sudah sampai di depan mesin-mesin pemindai yang berjejer rapi, masing-masing terdapat antrean mengular panjang. Satu per satu peserta tur akhirnya selesai melewati antrean tersebut dan memindai paspor di mesin. Kami berkumpul di salah satu sudut terbuka tak jauh dari eskalator turun, hingga akhirnya kami sadar masih ada dua peserta yang belum terlihat sama sekali. Seorang ibu muda dan anak laki-lakinya yang masih berusia 4 tahun. Cukup lama kami menunggu, mungkin ada sekitar setengah jam. Sampai akhirnya pemandu berinisiatif kembali ke antrean tadi dan mencari mereka, bahkan sampai bertanya pada petugas keamanan. Sekitar 15 menit kemudian akhirnya mereka bergabung bersama rombongan. Ternyata antrean untuk pengunjung yang membawa anak kecil berbeda dengan antrean kami tadi, dan sepertinya sang ibu muda kehilangan jejak kami dan berbelok ke jalan yang salah. Untung saja petugas imigrasi dengan sigap memintanya menunggu di ruangan dan berhasil ditemukan oleh pemandu yang menanyakan ke petugas keamanan. Akhirnya perjalanan berlanjut.

Malam Terasa Sangat Panjang

Sekitar pukul sepuluh malam waktu setempat kami akhirnya sampai di kantor imigrasi Malaysia. Segera kami berlari untuk mengejar waktu yang semakin larut, mengingat badan sudah cukup lelah dan ingin segera membersihkan diri. Tak disangka, antrean di pemeriksaan imigrasi mengular sangat panjang. Hingga akhirnya sekitar satu jam kemudian saya sampai di depan loket petugas dan diminta menyerahkan paspor untuk dicap. Tak banyak yang ditanyakan oleh petugas, mungkin karena sudah larut malam dan antrean semakin memanjang juga. Syukurlah.


Tubuh saya rasanya sudah tak sanggup lagi menahan lelah malam itu. Saya tertidur pulas di mobil dalam perjalanan menuju hotel yang akan kami singgahi, walau dengan posisi yang sangat tidak mengenakkan untuk tidur. Hingga akhirnya pemandu membangunkan saya, pertanda mobil yang kami naiki sudah sampai di tujuan, Hotel 99 Pudu, Kuala Lumpur. Sekilas saya lihat jam tangan saya, tepat pukul 04.00 waktu setempat. Waduh, saya hanya punya berapa jam untuk merebahkan diri di kasur, nih?  

Selesai check-in dan mandi dengan air hangat di kamar hotel, saya langsung berbaring di kasur. Nyaman sekali rasanya setelah beraktivitas seharian. Mungkin karena sebelumnya saya tidur cukup lama, rasa kantuk seakan menghilang. Sinar matahari perlahan mulai memasuki kamar, mengingatkan bahwa saya harus segera bergegas untuk mengunjungi beberapa tempat di Malaysia hari itu.

Setelah menikmati sebungkus nasi lemak yang diantarkan langsung ke kamar oleh Kak Vinie, saya mengemasi beberapa barang ke dalam tas kecil yang akan saya bawa beraktivitas di Malaysia hari itu. Beberapa potong pakaian dan koper saya tinggal di kamar hotel karena malamnya saya masih tidur di hotel lagi. Sesampainya di lobi, sudah ada banyak peserta lainnya yang menunggu. Mobil van jemputan pagi itu sepertinya sedikit terlambat. Sambil menunggu, saya berbincang dengan Mbak Elisa dan beberapa peserta lainnya. Bercerita tentang pengalaman bepergian masing-masing. 



Sebungkus nasi lemak untuk sarapan

Duduk-duduk di lobi hotel


Hari Pertama di Malaysia

Setelah semua siap, mobil segera melaju meninggalkan hotel. Jalanan Kuala Lumpur pagi itu lumayan lengang. Beberapa kendaraan melaju dengan kecepatan rata-rata. Menghiasi jalanan ibukota yang cukup lebar dengan pemukiman di sisi kanan-kirinya. Tujuan pertama kami hari itu adalah Genting Highlands yang terletak di perbatasan negara bagian Pahang dan Selangor. Genting Highlands adalah puncak gunung dari pegunungan Titiwangsa di Malaysia yang juga menjadi tempat resort terkenal. Banyak sekali wisatawan mancanegara yang mengunjungi tempat ini. Untuk menuju ke kawasan resortnya, kami harus menaiki kereta gantung atau cable car sekitar 10-15 menit. Waktu menunjukkan pukul 10.33 waktu setempat ketika tiket cable car saya tercetak. Tak lama, peserta lainnya pun mendapatkan tiketnya. Kami kemudian diminta bergegas oleh Kak Vinie untuk menuju geladak gondola-gondola cable car yang sudah mulai ramai pengunjung. Tiap cable car bisa diisi hingga maksimal 6 orang dewasa. Di dalam gondola rasanya sungguh dingin. Selain karena cuaca mendung, AC di atas kepala kami juga berhembus kuat. Keadaan di luar bisa terlihat jelas karena sekeliling kami benar-benar hanya kaca tebal. Walaupun pagi itu mulai gerimis dan sangat berkabut, saya masih bisa melihat jelas pemandangan di luar. Tak lupa, saya dan Mbak Elisa mengambil beberapa foto di sana, tentu saja. 

Sekitar sepuluh menit kemudian, gondola berhenti di geladak dekat pintu masuk mall berukuran sangat besar yang terletak di atas gunung. Petugas segera meminta kami keluar dari gondola dan masuk ke mall karena lantai sudah mulai basah terkena air hujan. Di dalam, sudah banyak peserta rombongan kami yang menunggu bersama Kak Vinie. Di mall ini, kami diberi waktu selama dua jam untuk berkeliling, menikmati makan siang, atau berbelanja.

Saya segera mengajak Mbak Elisa untuk menuju ke salah satu gerai 7-Eleven yang ada di sana. Perjalanan di udara tadi membuat perut saya tidak enak dan sedikit lapar. Rasanya ingin mengisinya dengan makanan kecil dan sekotak susu. Saya membeli beberapa jajanan pengganjal perut seperti kue durian, minuman yogurt rasa nanas, dua tusuk sate bakso ikan, dan sekotak kecil susu mangga dingin. Dan dalam sekian menit saja jajanan tersebut ludes tak bersisa, lapar sekali rasanya. 










Tak banyak yang saya lakukan di mall Resort World Genting, sekadar windows shopping di beberapa toko pakaian dan sepatu, menikmati makan siang di sebuah restoran ala Korea, membeli beberapa jenis kue tradisional, membeli berbagai macam permen untuk oleh-oleh keluarga di rumah, dan duduk meluruskan kaki yang siang itu rasanya sangat pegal dengan rombongan peserta lainnya yang sudah selesai berbelanja.

Menuju Destinasi Selanjutnya

Tak terasa waktu dua jam yang diberikan oleh Kak Vinie sudah hampir habis. Kami berkumpul di titik dekat geladak cable car dan kembali menaiki gondola untuk turun menuju pintu keluar kawasan Genting Highlands. Setelah semua siap, mesin mobil mulai menderu pelan pertanda perjalanan menuju Batu Caves sudah dimulai. Saya lirik jam di tangan, waktu menunjukkan pukul 14.15 waktu setempat. Sedikit rasa kantuk di dalam mobil bisa saya tahan sebab pemandangan di luar sungguh menawan. Karena kawasan Genting adalah daerah pegunungan, saya bisa melihat banyak sekali pepohonan dan bukit menghijau sepanjang perjalanan turun. Pemukiman di kota terlihat kecil nun jauh di sana. Mendung perlahan mulai menghilang dan birunya langit akhirnya terlihat jelas. Tak lama, saya mulai mengeluh, “Malaysia kenapa jadi panas bangeeet??”

Mobil van terparkir di halaman parkir kawasan wisata Batu Caves tepat pukul 15.00 sore itu. Beberapa mobil dan bus pengunjung lain juga terlihat, walau tidak begitu banyak. Batu Caves atau Gua Batu adalah sebuah bukit kapur yang memiliki serangkaian gua dan kuil gua yang terletak di distrik Gombak, Selangor, Malaysia. Tempat ini dinamai berdasarkan Sungai Batu yang mengalir melewati bukit di sekitar. Batu Caves juga merupakan nama desa terdekat. Kompleks Batu Caves terdiri dari tiga gua utama dan beberapa gua yang lebih kecil. Gua terbesar, disebut sebagai Gua Katedral atau Gua Kuil yang memiliki tinggi 100 meter dan langit-langit berhiaskan ukiran elemen bergaya Hindu. Untuk mencapainya, para pengunjung harus menaiki sekitar 270 anak tangga yang curam. Saya sendiri hanya menaiki setengahnya dan bergegas turun karena kaki sudah terasa pegal lagi. Sebenarnya yang menjadi ciri khas di kawasan wisata ini adalah sebuah patung Dewa Murugan setinggi 42,7 meter yang diresmikan pada Januari 2006 dan membutuhkan waktu 3 tahun untuk membangunnya. Patung tersebut adalah patung Dewa Murugan tertinggi di dunia. Pengunjung dari berbagai negara sepertinya mengunjungi tempat ini untuk berfoto dengan patung berukuran raksasa berwarna kuning emas ini, tak terkecuali kami tentunya, hahaha.

Setelah lelah berfoto, saya dan Mbak Elisa menuju ke warung-warung kecil terdekat untuk membeli minum. Panas sekali cuaca siang itu. Ada beberapa warung kecil di sekitar kawasan Batu Caves. Ada yang menjual kue-kue tradisional khas India yang juga dijual oleh mas-mas pedagang keturunan India juga. Sayangnya saya lupa menanyakan nama kue-kue tersebut. Benar-benar terlihat eksotis namun entah mengapa saya belum tertarik mencobanya. Mata kami tertuju ke warung di sebelahnya. Seperti toko kelontong yang menjual beberapa jenis jajanan dan minuman ringan. Bapak penjualnya sangat ramah dan mengajak kami untuk mampir sekadar berteduh. Segera saja saya mendekati kotak es krim besar dan mulai memilih-milih es krim mana yang akan saya coba siang itu. Dan pilihan saya tertuju pada, Es Krim Milo!






Karena hari sudah menuju sore dan kami masih harus mengunjungi beberapa destinasi lainnya, Kak Vinie segera meminta rombongan untuk bergegas memasuki mobil van. Beberapa menit kemudian, kembali mobil van melaju di jalanan Selangor-Kuala Lumpur untuk bertolak ke kawasan pusat kota Kuala Lumpur. Tujuan kami selanjutnya adalah mengunjungi KLCC Tower atau yang lebih banyak disebut dengan Menara Kembar Petronas. Menara kembar yang menjulang tinggi ini dibangun untuk menampung pusat Petronas yang merupakan perusahaan minyak nasional Malaysia. Berfungsi sebagai perkantoran, Menara Kembar Petronas termasuk di antara gedung-gedung tertinggi di dunia yang populer.

Tepat pukul empat sore waktu setempat kami sampai di pintu masuk menuju kawasan KLCC. Sudah banyak pengunjung memadati halaman depan taman. Ada juga beberapa fotografer lepas yang menjajakan jasa fotografi di sana. Menara Kembar Petronas bisa dibilang sebagai spot foto paling populer di negara ini. Kurang lengkap rasanya bila kami berkunjung ke Malaysia tanpa mengabadikan momen di sana. Berpose dengan berbagai gaya di setiap sudut, tak banyak waktu yang kami habiskan di sana karena destinasi terakhir kami masih harus didatangi. 


Membeli Cendera Mata di Central Market

Sebelum hari semakin sore, rombongan segera bergegas masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan ke destinasi terakhir untuk hari itu yaitu Central Market yang terletak di Jalan Hang Kasturi, Kuala Lumpur. Lokasinya tidak begitu jauh dari KLCC, hanya perlu menempuh sekitar 20 menit perjalanan. Di Central Market, wisatawan dapat mencari pernak-pernik, karya seni, pakaian hingga makanan ringan sebagai buah tangan. Di sini biasanya para wisatawan berbelanja kebutuhan oleh-oleh berupa merchandise atau pakaian dengan harga yang cukup ramah di kantong. Saya berhenti di sebuah toko oleh-oleh yang tak jauh dari pintu masuk. Toko ini dijaga oleh sepasang suami istri yang sangat ramah dalam menawarkan barang dagangannya. Mereka berdua bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia, jadi pembeli tak perlu khawatir akan kendala komunikasi. Barang-barang yang dijual pun temasuk murah, tentu dengan potongan harga jika membeli dalam jumlah banyak.

Saya membayar untuk beberapa buah gantungan kunci, miniatur menara Petronas mini, serta beberapa bentuk magnet kulkas. Oh iya, tak jauh dari toko ini ada sebuah toko kecil yang menjual kartu pos dan peralatan journalling lainnya. Saya akhirnya membeli tiga lembar kartu pos dengan bermacam-macam gambar yang merepresentasikan negeri jiran ini untuk dibagikan ke kawan karib saya di rumah. Dan karena Kak Vinie hanya memberikan kami waktu setengah jam untuk berbelanja, saya bergegas keluar dari pasar, membeli beberapa tusuk sate bakso ikan serta es limun di depan pasar bersama Mbak Elisa, segera kembali ke parkiran dan memasuki mobil van. Hari itu panas meskipun matahari sudah tak lagi membumbung tinggi di langit.

Lelah sekali rasanya berkeliling Malaysia walau hanya di beberapa destinasi saja hari itu. Di atas kursi saya di dalam mobil yang berjalan menuju hotel, saya merebahkan diri. Dengan sate bakso ikan di tangan kanan dan segelas es limun di tangan kiri, nikmat mana lagi yang bisa saya dustakan?







Sesampainya di hotel, saya segera meletakkan semua barang yang saya bawa dan yang saya beli di atas meja. Tanpa menggubris godaan agar langsung merebahkan diri di kasur, saya segera memasuki kamar mandi. Segar sekali rasanya mandi sore itu. Kucuran air yang mengalir deras membasahi kepala hingga kaki rasanya ikut mengusir rasa lelah saya seharian itu. Rasanya sesi mandi air dingin ini tak ingin segera usai. Tapi kok takut masuk angin, ya?

Jalan-Jalan Malam 

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, terdengar bunyi notifikasi pesan WhatsApp di ponsel saya. Ada beberapa pesan dari salah satu peserta tur yang bernama Mbak Mita. Sepertinya beliau mendapatkan nomor WhatsApp saya di grup rombongan. Pesan yang dikirimkan ke saya berbunyi demikian:

Tentu saja saya iyakan ajakan Mbak Mita. Selain karena energi saya sudah kembali terisi berkat mandi, saya juga penasaran dengan Dataran Merdeka yang sering dikunjungi banyak backpacker karena suasananya. Alhasil, saya segera berganti dengan pakaian yang lebih rapi dan segera turun menuju lobi bersama Mbak Elisa yang mengiyakan ajakan saya juga. 

Mbak Mita sampai di lobi hotel sekitar 10 menit setelah kami. Kemudian, beliau segera mengajak kami keluar dari hotel. Rupanya Grab Car pesanannya sudah menunggu di depan hotel. Perjalanan menuju Dataran Merdeka ditempuh menggunakan mobil sekitar 20 menit. Jalanan sore itu lumayan ramai ternyata, berbeda dengan saat siang tadi. Di dalam mobil, saya mengamati keadaan jalanan di luar sambil sesekali terpecah fokus karena sang sopir memutar lagu-lagu band Indonesia seperti Noah, Sheila on 7, maupun Armada Band. Jadilah saya ikut menyanyi sepanjang mobil berjalan.

Tak lama, kami sampai di Dataran Merdeka yang sore itu sudah ramai oleh pengunjung. Pengunjung di sana didominasi oleh keluarga yang membawa anak-anaknya yang masih kecil. Memang ada banyak hal yang bisa dilakukan anak-anak di alun-alun kota ini, mulai dari menaiki mobil-mobilan mini, bersepeda dengan hiasan lampu berkelap-kelip, bermain baling-baling yang memendarkan cahaya warna-warni saat diluncurkan, maupun sekadar menikmati jajanan atau berbagai jenis minuman yang dijajakan oleh penjual di sana. Saya, Mbak Elisa, dan Mbak Mita hanya berjalan-jalan santai sambil mengobrol, berhenti sebentar untuk membeli minuman dingin, dan mengambil beberapa foto di sudut-sudut ikonik yang ada di Dataran Merdeka. Seperti di bawah ini. 





Jam di tangan saya menunjukkan pukul 20.31 waktu Kuala Lumpur. Kami sudah lelah berkeliling Dataran Merdeka dan saya mulai mengantuk. Alhasil, kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Dan bukan dengan memesan Grab Car lagi, melainkan benar-benar berjalan kaki menyusuri jalanan Kuala Lumpur yang semakin ramai saja. 

Bukan tanpa sebab kami berjalan kaki, jarak dari Dataran Merdeka ke hotel ternyata tak begitu jauh, apalagi jika kami bisa melewati gang-gang jalan pintas yang tak boleh dilewati mobil. Sekitar 30 menit kami berjalan santai sambil menikmati suasana malam di pusat ibukota Malaysia. Kami juga berhenti di swalayan 7-Eleven yang kami lewati untuk membeli beberapa macam jajanan, minuman, dan nasi lemak dan nasi briyani instan karena perut terasa lapar. Setelah nasi instan tersebut keluar panas-panas dari microwave staf 7-Eleven, kami bergegas kembali ke hotel untuk menikmatinya di kamar masing-masing. Sungguh malam yang membuat lelah namun sangat mengesankan. 







Perut harus diisi agar bisa tidur nyenyak

Saatnya Pulang

Paginya, sekitar pukul 05.30 waktu Kuala Lumpur, saya sudah bersiap mengalungkan handuk dan menuju ke kamar mandi. Kak Vinie meminta kami untuk berkumpul di lobi hotel pukul 06.00 karena kami harus ada di bandara 2 jam sebelum penerbangan pagi kami. Saya sendiri sudah mengemas ulang barang bawaan saya malam sebelumnya. Memang tujuannya agar paginya bisa langsung check-out saja tanpa perlu pusing memburu waktu untuk berkemas. 

Perjalanan menuju bandara pagi itu cukup lancar. Mungkin karena hari masih sangat pagi sehingga tak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Sesampainya di Terminal 2 Bandara Internasional Kuala Lumpur, rombongan segera bergegas menuju check-in counter dan melakukan penimbangan barang bawaan, dan menuju layanan imigrasi untuk pengecekan dokumen. Setelah selesai melewati imigrasi, saya segera menuju ruang tunggu keberangkatan. Suasana pagi itu masih sangat tenang. Langit yang saya lihat di luar jendela terlihat begitu memanjakan mata. Matahari terbit terlihat sangat jelas di depan saya seolah mengucapkan salam perpisahan di penghujung jumpa dengan Malaysia. Sampai bertemu di lain hari, negeri jiran!







Yogyakarta, 02 November 2023




Post a Comment

0 Comments