My PPG Story: The Final Chapter - Lulus

Bersyukur itu sulit, semua orang tahu itu. Tidak mudah memang untuk bisa acapkali ikhlas mensyukuri apa yang sudah kita miliki hingga saat ini. Sebagai manusia biasa, saya saja masih selalu merasa banyak kekurangan. Terlebih jika harus mensyukuri cobaan yang diberikan dan dikaitkan dengan kekurangan yang kita miliki. Bukankah sudah bukan rahasia lagi bahwa hal-hal yang patut disyukuri adalah hal-hal yang baik dan membahagiakan saja? Padahal, jika manusia mau memahami arti hembusan tiap nafasnya, hal-hal buruk dan yang membuat kita bersedih nyatanya jauh lebih berhak untuk disyukuri. Tidak percaya?

"Too grateful to be hateful, too blessed to be stressed." - De Barge

Menengok kembali sekitar sebelas bulan yang lalu. Ketika saya dipercaya oleh Kemenristekdikti bersama dengan 4.660 mahasiswa lainnya untuk menimba ilmu lebih dalam lagi dalam program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan dengan privilige tidak perlu membayar biaya pendidikan sampai kami lulus. Saat itu saya sangat bersyukur, atas kuasa Tuhan, saya mendapat kesempatan berharga yang diperebutkan oleh sekitar 300.000 calon mahasiswa profesi guru negeri ini. Rasanya tidak perlu saya ceritakan kembali bagaimana semester satu dan semester dua saya berjalan. Gawat kalau saya sampai rindu. 


Dalam postingan kali ini, saya ingin berbagi cerita dan berucap syukur yang teramat besar kepada Tuhan Yang Maha Membuat Segalanya Terjadi. Bersyukur atas apa saja yang telah saya lalui sejak memulai kelas profesi pertama saya di Ruang Kanopi Gedung Kuliah I Fakultas Bahasa dan Seni UNY pertengahan Februari lalu. Bulan yang menyadarkan betapa banyaknya hal yang masih harus saya pelajari lagi demi menjadi manusia yang lebih baik walaupun rapuh dan sempat rendah diri.

Saya teringat betapa kosongnya pemahaman saya yang sebenarnya saat itu sudah bergelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) namun tak paham apapun tentang dunia pendidikan. Abal-abal sepertinya. Pikiran saya tersadarkan di kelas, tatkala dua dosen senior menanyakan perihal kurikulum dan undang-undang yang mengatur tentang pendidikan di negeri khatulistiwa ini. Lucu rasanya mengingat kembali saat-saat itu. Kekurangan saya sangat banyak, tak bisa dibantah lagi. Dan saya kembali bersyukur karena dengan kekurangan itulah saya mencoba memecut diri, belajar untuk menjadi paham, untuk menjadi tahu, dan untuk menjadi contoh akan bagaimana kekurangan dapat membuat kita mampu berbuat lebih. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sejengkal pun, sayang.

Oh iya, di postingan semester dua, saya sempat menyinggung bagaimana kami mahasiswa PPG yang sedang PPL di SMA Negeri 1 Yogyakarta mencoba peruntungan dalam Seleksi CPNS tahun 2018 lalu. Endingnya? Yah, mungkin belum rejeki. Saya memandang ini sebagai cara Tuhan agar kami sadar bahwa Dia tahu mana yang harus kami prioritaskan terlebih dahulu. Tetap bersyukur? Tentu saja.



Setelah tersadarkan oleh pengumuman CPNS, kami kembali harus berjuang melewati beberapa ujian berat untuk menyelesaikan kuliah profesi yang sudah kami mulai dengan semangat tinggi. Rangkaian ujian UKMPPG (Uji Kompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi Guru) dimulai dengan Uji Kinerja, di mana mahasiswa akan dinilai kemampuan mengajar kelas sungguhannya di depan Dosen dan Guru Penguji. Uji Kinerja saya pada hari Kamis Pahing, 8 November 2018  lalu berjalan baik walau hujan deras sempat menciutkan semangat saya saat itu. Dua penguji terlihat seperti matahari kembar yang menyinari hari saya yang kehujanan. Bersyukur? Tentu saja.

Bersama Ibu Rosa dan Ibu Nury tersayang

Spaghetti penyemangat dari anak-anak PLT

Ujian kedua yang kami lalui adalah Uji Pengetahuan (CBT) yang mengharuskan kami mengerjakan 110 butir soal pilihan ganda dan harus mencapai skor tertentu untuk bisa dinyatakan lulus. Ujian dilakasanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2018 di UPT LIMUNY, UNY. Dengan bermodalkan contoh soal-soal seadanya, saya dan dua teman sekelas saya, Mbak Umi dan Mbak Wury (juga Mbak Wiwik lewat Video Call) berbagi persepsi dan mengadu ilmu di Perpustakaan Kota, tepat sehari sebelum hari ujian. Teman-teman yang lain pun sepertinya sama.




Walau kami sempat pesimis karena dari puluhan butir soal yang kami kerjakan terasa sangat sulit, kami tetap harus menyelesaikannya. Hasilnya? Jurusan kami lulus 100%, satu-satunya di angkatan kami yang demikian. Bersyukur? Pasti.

Ujian selanjutnya adalah Seminar PTK yang dilaksanakan pada 6 Desember 2018. Penelitian Tindakan Kelas yang akhirnya mampu kami selesaikan dengan waktu yang teramat sangat mepet akhirnya diujikan. Beruntung, jajaran dosen penguji saya sama persis dengan saat saya ujian skripsi S1 dahulu. Pertanyaan yang diujikan pun tak jauh berbeda. Bersyukur lagi.




Ujian yang terakhir adalah Uji Tulis LPTK yang dilaksanakan pada tanggal 7 Desember 2018 lalu di LPPMP UNY. Ujian di mana kami harus mengerjakan soal-soal esai seperti tes formatif yang saat kuliah semester satu lalu sempat kami alami. Memang tidak begitu sulit karena pihak kampus juga pasti akan meluluskan walau jawaban kami pas-pasan, namun rasanya kami tetap harus mengerjakan sekuat tenaga kami, tenaga yang tersisa di akhir peraduan kami. Bersyukur lagi dan lagi.

Sesaat setelah Ujian Tulis LPTK

Dan akhirnya pada akhir tahun lalu, tepat tanggal 31 Desember 2018 kami yang dinyatakan lulus semua tahap ujian akhirnya dilepaskan oleh pihak universitas. Kampus telah selesai menunaikan kewajiban menyelenggarakan pendidikan profesi kami, pun dengan kami yang sudah tuntas menyelesaikan pendidikan dan berhak menyandang gelar Guru Profesional (Gr.) Sebuah gelar yang patut dijalankan dengan penuh tanggung jawab.





Lalu, ujian sudah selesai? Belum. Ujian sebenarnya justru ada di depan mata kami sekarang setelah menyelesaikan pendidikan profesi ini. Tentang bagaimana kami harus mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang kami peroleh. Tentang bagaimana kami memahami kuasa Tuhan. Tentang bagaimana kami harus senantiasa bersyukur. Bersyukur atas hal-hal membahagiakan, dan bersyukur atas hal-hal yang menjatuhkan. Hidup memang harus seperti itu bukan? Terima kasih sudah membaca cerita saya kali ini. Semoga sehat selalu. Musim hujan sedang mengkhawatirkan.


22 Januari 2019
My PPG Story: Fin.

Post a Comment

6 Comments