Voyage Chapter 24: Menikmati Terik Matahari di Bhumi Merapi

Beberapa hari belakangan, sebut saja sejak seminggu yang lalu, cuaca di Jogja sedang tidak sesuai dengan musim. Entah apa sebabnya. Kalender yang menempel di tembok kamar saya masih menampilkan bulan Januari, namun hujan yang sejak akhir tahun kemarin rajin menyapa dengan derasnya bahkan sudah malas mengunjungi kami seminggu belakangan. Gerah.

"If you want to turn your life around, try thankfulness. It will change your life mightily." - Gerald Good
Bukan perkara mengeluh atau apa, hanya saja cuaca panas rasanya memang tidak cocok dengan kepribadian saya. Walaupun agak skeptis juga memahami anomali cuaca ini, toh ketika hujan deras pun saya pasti yang paling pertama mengeluh, panas terik sejujurnya juga tak berbeda. Dasar manusia. Sepertinya saya saja sih yang kurang bersyukur, atau memang terlalu piawai dalam berkeluh kesah?


Di postingan kali ini saya akan menceritakan jalan-jalan saya di hari Minggu, 19 Januari 2020 kemarin. Bukan di tempat yang jauh, saya belum ada cuti untuk melancong lagi. Lagian, banyak kerjaan di kantor yang akan menolak jika saya tinggal bepergian jauh. Sebenarnya tujuan jalan-jalan saya kemarin hanya untuk mengunjungi tempat wisata baru yang ada di Jogja lantai atas, tepatnya di daerah Kaliurang. Penasaran? Saya juga. Lanjut baca ya.

Shindy dan Indri, dua sahabat karib yang pernah muncul di postingan ini dan ini, kemarin menyetujui ajakan saya untuk mencoba tempat wisata baru tersebut. Yah, walau pada akhirnya Indri berhalangan hadir karena mendadak harus ke bandara, hanya Shindy dan saya yang berangkat.

Tempat wisata baru yang saya maksud di sini adalah Agrowisata Bhumi Merapi. Pernah dengar? Agrowisata Bhumi Merapi ini merupakan salah satu wisata edukasi di Jogja yang ada di Jalan Kaliurang Km. 20, Sawungan, Hargobinangun, Sleman, Yogyakarta. Tempatnya cukup luas, katanya sekitar 5 Ha dan dipergunakan sebagai lahan pertanian, perkebunan, dan peternakan. Bhumi Merapi sebenarnya berbatasan langsung dengan Kali Kuning, dengan latar belakang ciamiknya pemandangan Gunung Merapi.


Pagi itu matahari bersinar terik, langit terlihat sangat cerah tanpa ada awan sedikitpun. Dalam perjalanan menuju Bhumi Merapi, kami dapat menyaksikan Gunung Merapi dengan sangat jelas. Indah. Sangat indah.

Kami sampai di lokasi sekitar pukul 08.15 WIB, lima belas menit sebelum loket dibuka. Sebelumnya kami sarapan dengan lontong opor tak jauh dari lokasi Bhumi Merapi, tepat sebelum gang masuknya. Dan rasanya enak sekali, jangan lupa cobain ya.



Memasuki lokasi agrowisata, ada banyak macam hewan ternak yang bisa dilihat (dan diberi makan) seperti kambing, domba, ayam, kelinci, juga ada beberapa reptil seperti ular maupun iguana. Wahana peternakan ini sepertinya dikhususkan bagi pengunjung anak-anak yang ingin bertemu langsung atau berinteraksi dengan hewan-hewan jinak. Saya dan Shindy sih hanya melihat sekilas saja, takut mengganggu anak-anak berlarian saking gembiranya. Hihi.








Tujuan utama kami berdua sebenarnya adalah wahana Langlang Buana yang ada di bagian timur agrowisata, dekat dengan foodcourt-nya. Dengan membayar Rp10.000 per orang (harga sebenarnya Rp20.000, tapi masih ada diskon 50% karena harga promo), kami bisa memasuki wahana yang memang dikhususkan untuk wisata selfie tersebut. Sebenarnya wahana ini tidak begitu luas, namun dengan desain bangunan yang apik dan masih sangat bersih, banyak spot foto yang bisa digunakan. Ada replika Santorini, Baker Street, mural era Renaissance, bahkan spot tembok kastil dan sumur di Eropa. Cuaca hari itu rasanya sangat mendukung. Cerah. Dan seperti yang saya tulis sebelumnya, mayoritas pengunjung wahana ini adalah anak-anak muda yang menekuni hobi berswafoto, seperti saya dan Shindy. Hahaha.





















Menikmati satu pagi memandang cerahnya hari dengan udara yang sejuk membuat saya berpikir: Mengapa Tuhan menciptakan dunia yang seindah ini? Membuat saya juga selalu bertanya: Apa yang Tuhan harap ketika menciptakan semuanya? Satu hal yang sangat tidak saya pahami tetapi menjadikan saya ingin hidup seribu tahun lagi, setidaknya agar bisa menikmati hal-hal indah lainnya di luar sana, dengan pemahaman lebih mendalam tentang arti hidup itu sendiri. Entah kapan akan terkabul. Semoga cuaca besok kembali menyenangkan.

Yogyakarta, 21 Januari 2020


Post a Comment

0 Comments